Jakarta - Rokok belakangan ini menjadi isu baru dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pasalnya, dalam kenyataannya rokok tergolong zat adiktif seperti narkotika.Keberadaan pendahulu rokok di Indonesia sudah ada sejak tahun 1600, hal ini sejalan dengan masuknya tembakau di nusantara,
sebagaimana tercantum dalam naskah Jawa Babad Ing Sangkala. Tembakau masuk ke Pulau Jawa seiring meninggalnya Panembahan Senapati, pendiri Dinasti Mataram. Keberadaan rokok pada masa prakolonial juga tercermin dalam cerita rakyat Roro Mendu. Konon Roro Mendut mempunyai kecantikan yang
memikat banyak pria. Panglima Perang Kerajaan Sultan AgungMataram, Tumaggung Wiraguna pun mengapresiasi dan mengusulkannya. Namun Roro Mendut menolaknya. Alasannya karena dia sudah punya pacar.Alhasil, Temanggung Wiraguna tersinggung dan marah. Ia kemudian meminta penghormatan penting kepada Roro Mendu. Upeti adalah sebutan untuk titipan rakyat, sekarang pajak, kepada raja. Untuk menghormatinya, Roro Mendut membuka usaha. Dia menjual rokok. Rokoknya dilinting dan diludahi. Rokok juga laris manis.Sementara itu, menurut Suyanto, Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Kretek,
rokok lintingan tangan atau disebut juga rokok kretek ditemukan Jamhari berdasarkan data sejarah. Awalnya, Jamhari mencampurkan tembakau dan cengkeh untuk membuat obat, dengan menghirup asap dari campuran tersebut yang digulung dalam kulit atau sekam jagung. Penemuan ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1890an.Nama rokok lintingan tangan berasal dari cara pembuatannya. Khususnya, melinting bahan rokok ke dalam cangkang. Saat ini cangkangnya sudah digantikan dengan kertas khusus rokok yang disebut garet. Bahannya adalah tembakau mentah, kering, dan cengkeh. Bahan tersebut diletakkan pada ban kemudian diputar. Rokok ini dinamakan
“Tingwe” atau ngerolling dewe. Bahasa jawa untuk menggulung sendiri.Seiring berjalannya waktu, rokok lintingan tangan diproduksi dengan cara modern. Kita tidak lagi menggunakan tangan, tapi mesin. Namun sebagian perokok masih menggunakan cara menggulung. Cara ini bisa menjadi alternatif dalam konteks kenaikan harga rokok. Meracik rokok sendiri dinilai lebih murah. Selain itu, penikmatnya mendapat kenikmatan tersendiri dari pengasapan produk lintingan tangan.Belakangan ini, rokok akan dianggap sebagai narkotika dalam RUU kesehatan. Merujuk pada RUU Kesehatan, pasal 154 ayat 3 menyatakan: Zat adiktif dapat berupa narkotika, psikotropika, minuman beralkohol; hasil tembakau, hasil pengobatan zat adiktif lainnya. Bagi pelaku industri tembakau, peraturan ini akan sangat merugikan. Karena mempengaruhi produksi dan distribusi.Sejumlah pihak pun menentang rumusan tersebut. Di antaranya PBNU, Persatuan Serikat Pekerja Indonesia, dan Kementerian
Perindustrian. Ketua PBNU Institute Bahtsul Masail Mahbub Ma'afi mengatakan, regulasi mengenai tembakau sebaiknya hanya tunduk pada aturan yang berlaku saat ini.Selain protes, Forum Diskusi Para Ahli Ilmiah Islam PBNU menolak usulan tersebut dan menuntut agar aturan tembakau dihapuskan seluruhnya dalam RUU tersebut. Kami menolaknya, kata Mahbub Ma'afi, Ketua LBM PBNU, saat dihubungi, Senin, 8 Mei 2023.